SEJARAH DESA GINTUNG LOR KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN CIREBON
SEJARAH DESA GINTUNG LOR KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN CIREBON
Gambar 1. Peta Administratif Desa Gintung
lor
Ketika sebagian besar daerah Cirebon masih tertutup
hutan belantara, dan ajaran Hindu masih dianut oleh sebagian penduduk Cirebon.
Maka pada saat itu pulalah Mbah Kuwu Cirebon dengan dibantu teman dan
kerabatnya bersemangat menyebarkan ajaran Islam. Sambil menyebarkan agama tak
lupa pula membabat hutan dan membuka pedukuhan-pedukuhan baru.
Tersebutlah nama Kyai Ageng Buyut Membah, seseorang dari Negeri Iraq, yang datang ke Indonesia karena diutus oleh ayahandanya untuk menyebarkan Agama Islam dan memperbaiki akhlaq serta aqidah Bangsa Indonesia khususnya didaerah Cirebon.
Tersebutlah nama Kyai Ageng Buyut Membah, seseorang dari Negeri Iraq, yang datang ke Indonesia karena diutus oleh ayahandanya untuk menyebarkan Agama Islam dan memperbaiki akhlaq serta aqidah Bangsa Indonesia khususnya didaerah Cirebon.
Kyai Ageng Buyut Membah, diutus oleh ayahandanya tidak
langsung datang ke Tataran Cirebon, melainkan ke Pesantren Sunan Muria, dan ia
berguru disana. Dipesantren itu Kyai Ageng Buyut Membah berkenalan dan
bersahabat dengan keturunan Sunan Muria yang bernama Raden Jaka Pendil.
Dipesantren itulah Kyai Ageng Buyut Membah mendapat nama baru yaitu Raden
Suminta.
Teringat akan pesan ayahandanya yaitu untuk
menyebarkan Agama Islam dan untuk memperbaiki akhlaq serta moral penduduk
didaerah Cirebon yang porak poranda karena pertentangan Agama Hindu Budha
dengan Agama Islam yang diajarkan oleh Mbah Kuwu Cirebon dan kawan-kawan. Kyai
Ageng Buyut Membah minta izin kepada gurunya untuk pergi kedaerah Cirebon.
Bersama Raden Jaka Pendil, Kyai Ageng Buyut Membah
berangkat kedaerah Cirebon. Sebelum mereka berdua berangkat, Sunan Muria
memberi pesan agar keduanya dalam perjalanan, maupun sesampainya ditujuan agar
tetap ngaji Sufi (Pewalian) yang ada enam macam adalah sebagai berikut : Diam,
Jangan sombong, Jangan ugal-ugalan, Melindungi orang yang lemah, Memperbanyak
membaca Al-Qur’an, Jangan berbicara sembarangan, dan harus menirukan tingkah
laku Sunan Muria yang tidak pernah batal wudlu.
Dalam perjalanan mereka
bertemu dengan Raden Jaga Bodoh (Raden Suralaya) yang juga sedang diutus oleh
ayahandanya yaitu Sunan Gunung Jati untuk membabat Alas Roban. Namun tempat
pertemuan tersebut sekarang wallahu a’lam atau hilang ditelan zaman. Kemudian
mereka bersama-sama melanjutkan perjalanan.
Pada tahun 1545 M mereka mulai membabat hutan
disebelah barat Cirebon. Pada saat itu Raden Jaka Pendil sedang mengamalkan doa
Kanzil ‘Arasy, dari do’a tersebut menjelma sebuah pusaka kayu yang berwujud
keris, kayu tersebut bernama Kayu Karas (yang kemudian terkenal dengan sebutan
ki Arasy ). Didalam pusaka Kayu Karas tadi terdapat qodam berupa jin muslimah
dan berwujud seorang wanita. Wanita ini diberi nama Larasati ( kemudian
terkanal dengan sebutan Nyi Arasy ).
Sementara itu Kyai Ageng Buyut Membah (Raden
Suminta) mempunyai pusaka Weling Barong, wujudnya tongkat berkepala naga, yang
qodamnya berisi macan putih yang diberi nama si Bujang, Ular Buntung, juga
memiliki agem-agem merah delima, zamrud unjaman dan burung banjar petung yang
qodamnya berada di telaga midang di Desa Bringin dan juga mempunyai peliharaan
berupa macan Blewuk. Kyai Ageng Buyut Membah, Raden Jaka Pendil dan Raden Jaga
bodoh bersama-sama membabat hutan, kayu-kayu yang bergelimpangan dan
semak-semak kering dibakar hingga kobaran api menjalar kemana-mana.
Sehabis hutan di tebang mereka membenahi tempat
baru tersebut, termasuk membuat sumur Pendawa. Nama pendawa hanyalah sebagai
kiasan belaka tidak ada hubungan dengan pendawa lima. Kemudian orang-orang
berdatangan ikut menetap didaerah baru tersebut, termasuk Ki Buyut Ipah dan Ki
Buyut Rinten yang masih bersaudara dari Kyai Ageng Buyut Membah dan juga datang
ikut menetap tinggal didaerah yang baru itu.
Pedukuhan terbentuk Kyai Ageng Buyut Membahlah yang
jadi pemimpin, baik pemimpin agama maupun pemerintahan. Malah semakin
berkembang ajaran islam setelah kedatangan Kyai Sembung (Kyai Somadullah)
datang membantu.
Kyai Sembung adalah seorang tamu Kyai Ageng Buyut
Membah yang datang dari desa Luga Lugina dari negara Syam (Syiria) untuk
menyebarkan agama islam. Karena pada saat itu keadaan akhlak dan moral masih
terlantar.
Disebuah tempat ada sebuah pohon rindang yang bunganya
berbau harum, penduduk pedukuhan baru tersebut banyak dan sering menggunakan
bunga harum tersebut untuk acara kendurian misalnya : acara pernikahan,
khitanan, nujuh bulan dan acara-acara lainnya .
Awal terbentuknya pedukuhan baru tersebut, sampai
sekarang dikenal dengan sebutan Bentuk, dan pohon yang digunakan bunganya oleh
masyarakat tadi diberi nama POHON GINTUNG. Istilah Gintung dapat diartikan
sebagai berikut: Gi=girang(suka,riang-gembira), In=Ingsun(saya), Tung=tungkul
(betah kerasan), jadi Gintung artinya Girang Ingsun Tungkul (saya senang dan
betah di daerah baru ) dan dari nama pohon inilah diabadikan menjadi nama DESA
GINTUNG, yaitu pada tahun 1554 M.
Selanjutnya dibentuklah sebuah tempat pemerintahan
baru yang berada ditengah-tengah dari pedukuhan tersebut, diberi nama dusun
atau DESA GINTUNG. Dengan Kyai Ageng Buyut Membah sebagai pemimpin/kuwu, dan
sampai sekarang ada daerah yang masih menggunakan istilah membah adalah membah
lor dan membah kidul yaitu daerah desa yang dijadikan tanah desa (bengkok dan
titisarah).
Setelah pedukuhan baru terbentuk, pola-pola kehidupan
ditata dan penyebaran agama islampun berkembang. Kyai Sembung, Raden Jaka
Pendil dan Raden Jaga Bodoh tidak menetap di desa Gintung melainkan kembali
kedaerah asalnya Negara Syiria. Salah satu kenangan untuk diingat anak cucu
Gintung adalah Kyai Sembung dapat menahan petir agar warga Gintung terhindar
dari serangan petir.
Dalam perkembangannya, Pohon Gintung tersebut bunganya
semakin banyak yang membutuhkan oleh karena itu Kyai Ageng Buyut Membah menanam
pohon gintung disebelah kidul (Cikal bakal desa Gintung Kidul ), dan disebelah
lor (Cikal bakal desa Gintung Lor). Agar penduduk merasa lebih dekat untuk
mengambil bunga pohon gintung tersebut.
Seiring dengan perkembangan penduduk,desa
gintung mengalami beberapa kali pergantian Pemimpin/kuwu,yang pertama di Pimpin
oleh Bapak Kuwu Landut,yang kedua di Pimpin oleh Bapak kuwu Saleh, di waktu
masa kepemerintahan Bapak kuwu Saleh, beliau mempunyai rencana bagian wilayah
utara desa gintung tengah untuk di alihkan menjadi bagian dari desa
kedongdong,dan akhirnya rencana itupun terealisasi,bagian wilayah sebelah utara
desa gintung tengah sudah menjadi bagian wilayah dari desa kedongdong.
Dengan
perkembangan kepadatan pendudukpun,desa kedongdong mengalami beberapa kali
pergantian pemimpin/Kuwu,bapak kuwu yang pertama kali menjabat menjadi kuwu
desa kedongdong adalah bapak kuwu
Kumpul,yang ke dua menjabat sebagai bapak kuwu kedongdong adalah bapak kuwu
Duki,yang ke tiga adalah bapak kuwu warga,bapak kuwu warga ini menjabat sebagai
kuwu desa kedongdong hanya dalam kurun waktu 1 tahun,dan di teruskan oleh bapak
kuwu Kadmira,sekaligus sebagai bapak kuwu yang ke Empat,Pada tahun 1984 desa
kedongdong di jabat oleh bapak Kuwu Tohir,yaitu sebagai Bapak Kuwu yang ke lima
desa kedongdong,dari sini lah bapak kuwu Tohir mempunyai rencana ingin memecah
wilayah bagian timur wilayahnya menjadi desa sendiri,dan pada tahun ini juga
rencana itu ter realisasi.
Di tahun 1985 rencana bapak kuwu kedongdong
(Bapak Kuwu Tohir) di sambut baik oleh masayarakat wilayah setempat,dan
langsung di namakan DESA GINTUNG LOR,dari situ lah desa gintung lor
terbentuk,sampai saat sekarang.
Wallahu
a'lam bisshowab.
( diambil dari "asal-usul desa
di Kabupaten Cirebon", narasumber; Fahkrurozi )
Desa Gintung lor Kecamatan
Susukan Kabupaten Cirebon pada awalnya merupakan sebuah dusun/ pecantilan dari
Desa Gintung
Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon. Secara definitif desa Gintung lor berdiri
pada tahun 1985.
Subscribe Our Newsletter
Kalo kakek Saya...
BalasHapusBapa tua Kuwu Muksin menjabat kuwu di taun berapa sampai di culik dan dibunuh taun berapa....??